Senin, 07 Februari 2011

SEMANGAT BERDIKARI oleh SASTRO SURIP

Bp SURIP lahir 1916. Nama SURIP kemudian menginspirasi nama bisnisnya menjadi PIRUS dengan cara membacanya terbalik dari kiri ke kanan. Kehidupan Surip muda penuh tantangan. Ibunya bekerja pada sebuah keluarga Belanda sebagai pembantu dan Bapaknya bekerja sebagai pengangkut barang di Stasiun Tugu Yogyakarta. Dia terpaksa keluar sekola pada kelas 3 karena harus bekerja karena merasa bertanggungjawab untuk membantu orang tuanya dan adiknya.  Surip muda mulai bekerja untuk mengerjakan berbagai pekerjaan sampai dia menyadari bakatnya dibidang seni lukis dan pekerjaan tangan. Maka, dia mulai beralih menekuni seni lukis natural. Profesi ini dijalani hingga Jepang menguasai Jogjakarta pada tahun 1942.  Dia memasarkan lukisannya kepada keluarga-keluarga Belanda yang tinggal di Jogjakarta, Magelang, Purworedjo dans sekitarnya. Dia telah menjual lusinan karya lukis natural seperti pemandangan, manusia, wayang. Surip muda juga memanfaatkan bakat yang lain yaitu kerajinan tangan untuk membuat kap lampu dari kulit lembu yang ditatah dengan lukisan wayang seperti Gunungan, Bimo, dan Arimbi. 

                Selama penjajahan Jepang, Surip muda bekerja di perusahaan listrik negara yang dikuasai oleh Jepang. Dia termasuk pekerja yang cepat belajar sehingga dia bisa dengan cepat menguasai lingkungan pekerjaannya denga mudah. Pada saat Jepang kesulitan untuk memperoleh fiting lampu, Surip muda memproduksi fiting lampu tersebut dengan teknologi pemrosesan yang sangat sederhana dengan mengunakan kayu jambu yang kemudian digodog dengan parafin. Dia mendapat penghargaan dari perusahaannya dan menjadi pemasok fiting lampu dengan dibantu oleh 10 karyawan dari sekitar Terban, Yogyakarta.

         Pada saat Belanda menyerang Jogjakarta atau dikenal dengan clash ke II 1949, Surip muda bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat yaitu cikal bakal TNI AD, untuk bergerilya di Yogyakarta dan sekitarnya. Dia melanjutkan pengabdiannya di militer dan terlibat dalam beberapa operasi hingga 1953 dimana dia harus memutuskan untuk kembali ke masyarakat atau melanjutkan karir di militer dengan pendidikan di Cimahi. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke masyarakat dan mendapat pensiun dengan pangkat Sersan dan mendapat penghargaan sebagai Veteran Pejuang Kemerdekaan Indonesia. Surip muda kemudian melanjutkan karir sebagai wiraswasta dan memulai usahanya di Jl Kaliurang 26 Yogyakarta (sekarang C Simanjuntak).

                Bp Surip memulai usahanya pada tahun 1953 dengan memperbaiki kendaraan karena dia melihat bahwa banyak kendaraan yang ditinggalkan oleh Belanda dan sudah dipakai oleh orang Indonesia namun sedikit sekali usaha untuk perawqatan dan perbaikan sepeda motor di Yogyakarta. Usaha baru Bp Surip dinamakan PIRUS yang berasal dari namanya sendiri yaitu SURIP namun dibaca dari belakang menjadi PIRUS. Usahanya terus berkembang dan dia membutuhkan modal, sayang sekali dia tidak punya kapasitas sebagai jaminan untuk meminjam Bank. Kisah ini didengar oleh Mr Kasmat anggota DPR dari Partai Sosialis Indonesia yang tinggal di Jl Nyoman Oka Kota Baru Yogyakarta, depan Kridosono. Mr Kasmat kemudian membawa kisah Bp Surip dan memberi jaminan ke Bank rakyat Indoensia atau BRI pada saat itu. Berkat jasa Mr Kasmat, Bp Surip bisa mewujudkan impiannya untuk memperoleh sebuah mesin bubut My Ford buatan Amerika. Dengan mesin bubut tersebut Bp Surip membuat berbagai suku cadang sesuai dengan kebutuhan pelanggannya. Bisnisnya berkembang pesat didukung oleh anak-anak muda Mahasiswa UGM yang sering bermain ke bengkel kerjanya, seperti Suradi Prawiro.

                Pada tahun 1956, Bp Surip menciptakan sebuah sepeda motor 30cc yang diberi nama Swadeshi karena terinspirasi oleh perjuangan dan semangat Mahatma Gandhi dan kebijaksanaan Soekarno BERDIKARI kependekan dari BERdiri DIatas Kaki sendiRI. Sepeda motor 30cc ini adalah sepeda motor yang pertama kali dibuat di Indonesia. Sepeda motor yang dinamakan Swadeshi itu sudah beberapa kali mengikuti pameran seperti 200 tahun Jogjakarta Oktober 1956 dan Pameran hasil karya Veteran yang diprakarsai oleh Legiun Veteran Republik Indoensia di Jakarta pada tahun 1960 yang juga dihadiri oleh Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia.

        Selama Trikora yaitu konfrontasi dengan Belanda untuk membebaskan Irian jaya melalui Operasi Mandala, PIRUS diberi kesempatan oleh Soekarno untuk ikut memperbaiki dan merawat pembangkit listrik ukuran kecil yang digunakan untuk menunjang operasi. Membuat berbagai suku cadang, termasuk memperbaiki dinamo adalah bagian dari kepercayaan itu. Selama era emas berkat kebijaksanaan BERDIKARI Soekarno, PIRUS memproduksi Piston dan berbagai suku cadang kendaraan  BEMO yang didatangkan dari Jepang 1962. Pangsa pasar nasional diraih dan PIRUS  terkenal bukan hanya di Jawa bahkan hingga di luar Jawa. Namun, kemunduran terjadi seiring dengan perubahan politik dalam negeri Indonesia selama kurun waktu 1965-1974.

                Didukung oleh putra dan putrinya di tahun 1978 PIRUS mulai berganti strategi. dari pelayanan terhadap segmentasi otomotif ke industri tekstil. PIRUS memulai untuk memperbaiki dan mereproduksi aneka suku cadang tekstil untu pasar Yogyakarta dan Jawa Tengah dengan menggunakan kapasitas, yang tertsedia. Primissima, GKBI, dan Patal Secang adalah beberapa konsumen industri tekstil yang dilayani setelah perubahan strategi tersebut.

                Bp Surip meninggal dunia pada Januari tahun 1988 pada usia 87 tahun, Usaha PIRUS dilanjutkan oleh puitra-putri dan cucunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar